TEMPO.CO, Jakarta -Berondongan pertanyaan dan penolakan mengenai wacana skema anyar pengadaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN mewarnai rapat Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.
Ada sedikitnya dua kesimpulan terkait skema itu yang dihasilkan dalam rapat tersebut. Pertama, Komisi Energi DPR mendesak Menteri ESDM untuk tidak memberlakukan harga batu bara DMO berdasarkan harga pasar. Selain itu, komisi juga tidak menyetujui apabila penanganan batu bara DMO dilakukan dengan skema Badan Layanan Umum.
Dua sikap itu berkembang seiring mengalirnya rapat yang berjalan sekitar empat jam dari sekitar pukul sepuluh pagi itu. Penolakan akan rencana skema anyar itu sudah dibahas oleh para anggota Dewan selepas rampungnya presentasi dari Arifin Tasrif.
Kritik mulanya dilontarkan pada gagasan bahwa nantinya PLN akan membeli batu bara pada harga pasar. Anggota komisi Energi DPR dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika, beberapa kali mengungkapkan penolakannya.
"Kita tadi bicara bahwa kita enggak setuju DMO-nya itu harga market. DMO itu kan bicara volume dan harga. Kalau cuma bicara volume itu bukan DMO namanya. Kalau bicara harga tidak ada volume, juga bukan DMO," ujar Kardaya dalam rapat di kompleks parlemen, Kamis, 13 Januari 2022.
Kardaya khawatir rencana PLN membeli batu bara di harga pasar akan berimbas kepada naiknya biaya pembangkitan yang ujung-ujungnya bisa berdampak kepada tarif listrik masyarakat.
Menurut dia, ketimbang PLN diminta membeli di harga pasar, seharusnya pemerintah mengkaji kembali formula harga DMO agar lebih berkorelasi dengan fluktuasi harga pasar. Misalnya, dengan menerapkan persentase dari harga pasar.
Pembicaraan mengenai rencana PLN membeli di harga pasar ini pun berujung kepada pertanyaan Dewan mengenai wacana dibentuknya Badan Layanan Umum baru yang bertugas mengelola iuran dari para pengusaha baru bara.